Sepasang Kaos Kaki Hitam : Part 57

Ada sebuah cerita unik yg terselip selama bertahun-tahun gw di Karawang bersama Meva..

Suatu malam di akhir Agustus...

Gw lagi asyik-asyiknya mimpi indah waktu gw mendadak terjaga karena guncangan di kepala gw.

"Bangun Ri..." suara Meva terdengar jelas.

"Apa-apaan siih bangunin gw jam segini?" gw menepis tangannya dari rambut gw. Kepala gw terasa berdenyut akibat jambakan tadi. "Pake jambak-jambak kepala orang? Besok gw kerja Va.."

Gw mengeluh kesal. Gw yakin saat ini belum nyampe tengah malam. Rasanya baru beberapa menit yg lalu gw tidur. Kamer gw juga masih gelap. Gw memang selalu tidur dengan lampu padam.

"Bangun dulu bentar lah," kata Meva lagi.

"Ada apaan sih?" bahkan gw nggak bisa melihat wajah Meva. Gw cuma tau dari suaranya, dia ada di sisi kiri gw.

"Bangun aja dulu," lanjutnya.

"Gw udah bangun. Bilang aja apaan. Nggak usah bertele-tele, ngantuk gw."

"Bangun," dia menarik gw duduk. Dan dengan sangat terpaksa gw bangun sambil otak gw masih berusaha mengingat mimpi apa tadi.

"Oke. Ikut gw keluar," siluet seseorang menghalangi pandangan tepat di depan gw. Siluet seorang perempuan.

"Mau ngapain siih?? Ganggu orang tidur tau!!" gw setengah berteriak mulai kehabisan kesabaran.

"Yeeeee nggak pake nyolot kali!" bayangan hitam di depan gw berkacak pinggang.

"Iya iya ada apaan sih emang?" gw pelankan suara gw.

"Ikut gw keluar," ucapnya lalu menarik tangan gw.

Aah, kerasukan apa siih ni anak?? Gw menggerutu dalam hati. Malem-malem bangunin orang tidur!

Pintu terbuka dan sinar lampu di luar akhirnya melunturkan bayangan hitam di depan gw, menggantinya dengan sosok Meva yg tetap saja terlihat manis meski kesadaran gw belum sepenuhnya pulih.

Meva membawa gw berdiri di beranda, menghadap sawah luas di depan sana. Bulan sedang nyaris purnama jadi cukup jelas buat gw melihat yg ada di kejauhan.

"Ini?" tanya gw. "Jadi lo bangunin gw cuma mau nunjukkin ini? Sawah-sawah ini??"

Meva nggak menjawab. Dia malah menggoyang-goyang kepala gw.

"Udah kumpul belum nyawa loe?" ujarnya.

Mau nggak mau kantuk gw lenyap.

"Ada apaan sih Va?"

Meva tersenyum lalu menunjuk bulan di langit.

"Indah yaa..." kalimat yg sudah bisa gw tebak.

"Biasa aja," komentar gw pendek.

"Indah tau! Lo nggak sensitif banget siih?"

Gw mencibir pelan.

"Akan lebih indah kalo lo mengijinkan gw balik ke kasur. Gw ngantuk Va, besok kudu kerja." lalu gw berbalik hendak kembali ke kamer gw.

"Tunggu bentar," Meva menahan tangan gw.

Dengan sejuta perasaan dongkol gw turuti maunya. Gw tetap berdiri di posisi gw, menghadap sawah yg harus gw akui memang indah tertimpa cahaya bulan, sementara Meva bergegas ke kamernya. Oke deh, gw mau liat maksud dan tujuannya malem ini bangunin gw secara paksa.

Gw menatap pemandangan di hadapan gw sambil bertopang dagu. Dari belakang gw terdengar derit pintu dibuka disusul derap langkah pelan menuju tempat gw berdiri. Pasti si Meva.

"Ri," panggilnya.

Gw menoleh dan langsung terkejut. Meva sedang menenteng di depan dadanya, sebuah kue cokelat kecil dengan lilin angka '23' menyala cantik di atasnya.

"Happy birthday...!" kata Meva penuh semangat.

Gw terperangah. Jadi ini maksudnya bangunin gw tengah malem? Sumpah gw sendiri nggak inget kapan ultah gw!

"Buat gw nih?" gw masih bingung.

"Emang sapa lagi, dodol? Ya elo lah! Selamat ulang tahun yg ke enampuluhtiga!"

"Enak aja! Gw tua banget donk?" dan kami berdua pun tertawa.

"Lo tau dari mana hari ini gw ultah?" tanya gw ingin tahu.

"Gw pernah liat di KTP lo." Meva menaruh piring kue di tembok. Apinya bergoyang pelan tertiup angin.

"Tapi seinget gw kayaknya bukan hari ini deh..." gw coba mengingat. "Bentar gw cek dulu deh KTP nya."

Gw ke kamer, ambil KTP dari dompet lalu keluar dan bersama-sama Meva mengecek tanggal lahir gw.

"Tuh kan?" seru gw. "30 September Va! Bukan 30 Agustus!"

Meva melongo. Meski berkali-kali mengecek, tanggal lahir di KTP gw nggak berubah. Meva menutup mulut dengan kedua tangannya tanda terkejut.

"Masa sih?" katanya kaget. "Gw salah donk?..." dan memandang gw malu.

Gw nggak bisa menahan tawa. Wajah Meva bersemu merah saking malunya. Dia nampaknya cukup shock.

"Sorry..gw pikir hari ini," Meva menatap iba kue di tembok.

"Makanya laen kali pastiin dulu lah," gw masih terkikih. Dalam hati kasian juga dia udah siapin surprize ini.

"Jadi gimana donk? Gw udah sengaja siapin kuenya juga.."

"Emh..ya udah, berhubung udah terlanjur, khusus buat tahun ini gw majuin ultah gw sebulan deh. Anggep aja hari ini gw beneran ultah." usul gw.

Meva tertawa pelan.

"Ide bagus tuh," sahutnya. "Ya udah deh tiup tuh lilinnya. Keburu mati dulu."

Fiiuuuh.....

Gw langsung meniup mati dua api lilin itu disusul tepukan tangan Meva. Dan akhirnya, malam itu jadi salahsatu malam yg nggak terlupakan buat gw. Kami duduk di tepi tembok, makan bareng kuenya sambil ngobrol ringan. Meski tanpa kado, toh nggak mengurangi makna malam ini secara keseluruhan. Biar gimanapun gw sangat menghargai upaya Meva merayakan ultah gw. Hmmm...malem ini memang indah Va....