Senin pagi. Gw selalu nggak suka dengan hari Senin, seperti yg sudah gw ceritakan.
"Pagi Ri."
"Pagi Pak.."
Gw duduk di kursi gw, menyalakan komputer dan langsung ngecek cangkir di samping mouse pad. Belum dicuci. Setelah tengok kanan-kiri-depan-belakang dan nggak menemukan Bang Jo, gw terpaksa menuju pantry dan mencuci cangkir gw lalu menuang teh manis hangat. Pagi-pagi minum teh hangat baik buat kesehatan, kata ustad gw di kampung. Gw kembali ke meja gw.
"Hay Lis."
"....." Lisa cuma mengangkat alis sebagai jawaban. Dia berlalu ke mejanya.
"Lagi PMS," gumam gw menanggapi sikap dinginnya. Nggak biasanya Lisa nggak jawab sapaan gw. Lisa adalah tipe periang. Jadi mudah buat gw mengindikasikan penyebab murungnya dia.
"Eh hay Ri," Leo udah di kursi gw aja. Ngutak-atik folder lagu.
"Ngapain lo?" tanya gw.
"Ngopi lagu coy. Bosan aku sama playlist di kompi ku. Aku liat lagumu enak-enak."
"Ya elo, limapuluh folder isinya lagu Batak semua. Gimana nggak bosen?"
Leo nyengir.
"Aku lagi suka sama pop Sunda, eh kau punya kan?"
"Ada kayaknya. Cari aja," gw ambil koran Sabtu kemarin di atas lemari kabinet. Udah gw baca sih sebenernya, tapi siapa tau aja ni koran bisa update secara otomatis. Dan setelah satu menit yg sia-sia karena gw cek ternyata beritanya masih sama dengan Sabtu kemarin, gw taroh lagi koran di tempatnya.
"Oke. Makasih ya," Leo bergegas pergi.
Gw ambil alih komputer gw. Meng-close explorer dan bermaksud maen hamster, ketika gw dapati desktop gw wallpapernya berubah. Leo menggantinya dengan foto dia lagi pelukan sama onta.
"Dasar anak onta," gerutu gw dalam hati dan langsung ganti wallpaper pake foto gw dan temen-temen waktu lagi acara family day tahun kemaren.
Sejenak gw lirik Lisa. Dia lagi menatap lesu monitornya.
-woyy...-
Gw kirim admin messenger ke komputernya.
".........."
Dia nggak bales. Gw makin yakin dia lagi PMS. It's oke.
Gw melewati Senin pagi yg cukup menjenuhkan. Jam sepuluh tepat waktu 'hot time' gw menuju ruang merokok bareng empat atasan gw dari departemen berbeda. Hanya butuh kurang dari satu menit untuk ruang persegi sempit berdinding kaca itu mendadak jadi cerobong asap mini. Gw liat Lisa masuk ke pantry.
Gw matikan puntung rokok gw dan menyusul Lisa. Dia lagi duduk sambil memegangi selembar tisue yg sudah basah.
Lisa nangis...
"Halo nona manis," gw duduk di seberang mejanya.
Lisa menoleh sebentar lalu menunduk lagi.
"Ada apa?" tanya gw. "Kok elo nangis?"
"Gw ngeluarin airmata, jadi gw nangis..."
"Wah hebat! Gw pikir selama ini orang nangis ngeluarin nanas dari matanya."
".........."
"Tell me girl, what's wrong?"
Lisa usap airmatanya.
"Sejak kapan," katanya. "Gw harus cerita masalah pribadi gw ke lo?"
Gw tertegun. Mencari kalimat yg tepat buat menjawab pertanyaan 'repost' macem ini.
"Sejak hari ini..."
"Oiya? Kenapa gw harus cerita ke elo?"
"Karena...ya karena...nggak baik buat cewek yg lagi PMS, memendam semua masalahnya. Cerita aja. Emang nggak akan menyelesaikan masalah, tapi pasti sedikit mengurangi beban lo."
"Oh jadi kalo gw nggak lagi PMS gw boleh, nggak cerita?"
"Ya enggak gitu juga.."
"Jadi intinya?"
"Intinya...elo lagi PMS enggak?"
Lisa berusaha untuk tidak tertawa dan mempertahankan wajah kusutnya.
"Enggak," Lisa menggeleng.
"Jadi apa dong masalah lo?"
"Kemaren Sisi meninggal..."
"Sisi?"
"Sahabat gw. Udah gw anggep ade malah."
"Oh..gw turut berduka.."
"Gw sedih banget Ri! Elo bisa bayangin kan kalo ditinggal sahabat deket lo? Tempat lo bisa curhat sebebas-bebasnya tanpa takut dihakimi..."
Gw mengangguk pelan. Airmata Lisa meleleh.
"...nggak ada tanda-tanda kalo Sisi bakal pergi ninggalin gw. Dia lucu, imut dan menyenangkan. Gw kehilangan banget..."
"Gw bisa rasain yg elo rasain. Tapi nggak baik juga buat terus bersedih," kata gw sambil dalam hati gw mengingkari betapa susahnya dulu gw ngelupain Echi. "Gw yakin Sisi nggak mau elo terpuruk karena kepergiannya," gw sok bijak. "Kalo boleh tau nih, seberapa deket sih elo sama Sisi?"
Lisa nangis lagi. Dia mengguncang jari tangan gw meminta gw untuk menenangkannya. Gw genggam dan usapi punggung tangannya. Berhasil. Lisa usapi airmatanya.
"Deket banget Ri. Tiap balik kerja gw ke rumahnya. Gw suka curhat juga..."
Gw mencoba berempati.
"...gw paling suka kalo dia udah loncat-loncat gitu. Lucu banget..." Lisa tampak senang mengatakannya.
Loncat-loncat?
"...kumisnya suka bikin geli..."
"K-U-M-I-S???"
"Iya kumis."
"Ini...tunggu dulu. Temen lo tuh cewek apa cowok sih?"
"Cewek."
"Kok punya kumis?"
"Iya punya donk. Semua kelinci kan ada kumisnya?"
"Oh..." gw mendesah dengan sangat frustasi. "Jadi yg lagi kita omongin ini, temen lo yg namanya Sisi, itu seekor kelinci??"
"Iya. Umurnya udah setahun."
"Hufft...oke. Dalam beberapa kasus, cukup normal kok, ngajak ngobrol sahabat."
"Thanks Ri udah dengerin curhat gw."
"Oke, kalo gitu gw balik ke tempat gw dulu. Mau nemuin Santi."
"Santi?"
"Iya. Vas bunga di meja gw, namanya Santi."
"........."